STRUKTUR ORGANISASI
BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN POLEWALI MANDAR
Perda Kab. Polewali Mandar Nomor : 02 Tahun 2012
BADAN PENAGGULANGAN BENCANA DAERAH KAB. POLEWALI MANDAR
Kabupaten
Polewali Mandaryang beribukota di
Polewali merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat yang secara
geografis terletak antara 3040’ 00” - 3032’ 00” Lintang Selatan dan 118040’ 27” - 119032’ 27” Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
o Sebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Mamasa
o Sebelah timur berbatasan dengan
Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan
o Sebelah selatan berbatasan dengan Selat Makassar
o Sebelah barat berbatasan denganKabupaten
Majene
Data
curah hujan sementara di Kabupaten Polewali Mandar diambil dari stasiun Balai
Benih Lantora No. 442 C. Rerata curah hujan tahunan sekitar 1.902 mm dengan
kisaran antara 1.422 – 3.306 mm dan jumlah rerata curah hujan bulanan berkisar
dari 57 - 226 mm. Distribusi curah hujan bulanan tersebut menunjukkan bahwa
daerah Kabupaten Polewali Mandar mempunyai musim kemarau sekitar 2 bulan
(Agustus-September), musim hujan atau bulan basah terjadi pada Nopember-Januari
dan Maret-April, sedangkan kondisi hujan agak kurang terjadi pada bulan
Pebruari, Mei, Juni, Juli, Oktober dan Nopember. Distribusi curah hujan bulanan
tersebut menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Polewali Mandar tergolong beriklim
basah dengan curah hujan yang relatif tinggi.
Luas wilayah Kabupaten Polewali Mandar sekitar ±2.022,30 km2. Pada
tahun 2010, Kabupaten Polewali Mandar
secara administratifterdiri dari 16 (enam
belas) kecamatan dengan 144 (seratus empat puluh empat) desa dan 23 (dua
puluh tiga) kelurahan.Tabel 2.1. berikut memperlihatkan luas wilayah per
kecamatan, jumlah desa/kelurahan per kecamatan, dan persentase luas kecamatan
terhadap luas kabupaten pada tahun 2009
A. Latar Belakang
Negara Indonesia memiliki
kondisi geografis, geologis, hidrologis dan demografis yang
memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non
alam maupun faktor manusia yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda
dan dampak psikologis.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, disebutkan
bahwa pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana, mulai dari tahap
pra bencana, saat bencana sampai dengan pasca
bencana.
Penanganan bencana perlu didukung oleh ketersediaan data dan informasi yang akurat.
Saat ini, data bencana yang tersedia di
kementerian/lembaga, institusi, pemerintah daerah
dan
organisasi lainnya belum terintegrasi
dengan baik, dimana format data dan informasi bencana masih beragam. Untuk itu diperlukan acuan sebagai pedoman dalam pengelolaan
data dan informasi bencana. BNPB telah menyediakan sebuah sarana penyimpanan data
dan informasi kebencanaan berupa perangkat
lunak aplikasi Data Informasi Bencana
Indonesia (DIBI) yang
dapat
digunakan sebagai alat analisis kejadian dan
dampak
bencana.
B. Maksud dan Tujuan
Pedoman Pengelolaan Data dan Informasi Bencana Indonesia dimaksudkan
sebagai panduan dalam pengumpulan, pengolahan, analisis, penyajian, diseminasi, pelaporan data dan informasi bencana
di
tingkat nasional,
provinsi dan kabupaten/kota.
Tujuan pedoman ini adalah :
1. Terciptanya pemahaman yang sama dalam pengelolaan data dan informasi bencana
antara pusat dan daerah.
2. Tersedianya sistem pengelolaan data dan informasi bencana di tingkat
nasional,
provinsi, kabupaten/kota secara terpadu.
C. Sasaran
Sasaran Pedoman Pengelolaan Data
dan Informasi Bencana Indonesia adalah
BNPB, BPBD provinsi dan BPBD kabupaten/kota, instansi/lembaga terkait khususnya pengelola
data
dan informasi bencana agar dapat dijadikan sebagai acuan data
kebencanaan di
Indonesia.
D. Landasan Hukum
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
- Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial
- Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Perangkat Organisasi Pemerintah Daerah
- Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
- Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana
- Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non-Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana
- Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja BPBD
- Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 1 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Nasional Penanggulangan Bencana
- Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah
- Peraturan Daerah Kabupaten Polewali Mandar Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
- Peraturan Daerah Kabupaten Polewali Mandar Nomor 4 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Perda Nomor 2 Tahun 2012 Badan Penanggulangan Bencana Daerah
- Peraturan Daerah Kabupaten Polewali Mandar Nomor 5 Tahun 2016 tentang Penyelangara Penanggulangan Bencana.
E. Pengertian
1. Pengelolaan data dan informasi bencana adalah kegiatan yang meliputi
pengumpulan, pengolahan, analisis, penyajian, diseminasi serta pelaporan
data dan
informasi bencana.
2. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda
dan
dampak psikologis.
3. Bencana alam adalah bencana
yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin puting beliung dan tanah longsor.
4. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa non alam antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi,
dan
wabah penyakit.
5. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antar kelompok
atau antar komunitas
masyarakat, dan teror.
6. Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat berdasarkan tanggal kejadian,
lokasi, jenis
bencana,
korban
dan/atau kerusakan. Jika terjadi bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih dari satu wilayah, maka dihitung sebagai satu
kejadian.
7. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, aktivitas gunungapi atau runtuhan batuan.
8. Letusan gunungapi merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan
istilah “erupsi”.
Bahaya letusan gunungapi dapat berupa
awan panas, lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir lahar.
9. Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan (“tsu” berarti lautan, “nami” berarti
gelombang ombak). Tsunami adalah serangkaian
gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di
dasar laut
akibat gempa bumi.
10. Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun
percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan
tanah atau batuan penyusun lereng.
11. Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau daratan
karena volume air yang meningkat.
12. Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai.
13.
Kekeringan adalah hubungan antara ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Adapun yang dimaksud kekeringan di bidang pertanian adalah kekeringan yang terjadi di
lahan pertanian yang ada tanaman
(padi, jagung, kedelai dan lain-lain) yang sedang dibudidayakan.
14. Kebakaran adalah situasi dimana bangunan pada suatu tempat dilanda api sehingga menimbulkan korban dan/atau kerugian. Bangunan tersebut antara lain
rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain.
15. Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan lahan dilanda api, sehingga mengakibatkan kerusakan hutan
dan lahan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. Kebakaran hutan seringkali
menyebabkan
bencana asap yang dapat mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar.
16. Angin puting beliung adalah angin kencang yang datang
secara tiba-tiba, mempunyai
pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50 km/jam hingga
menyentuh permukaan bumi dan akan hilang
dalam waktu singkat (3-5 menit)
17.
Gelombang pasang atau badai adalah gelombang tinggi yang ditimbulkan karena efek terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan berpotensi kuat menimbulkan bencana alam.
Indonesia bukan daerah
lintasan
siklon tropis tetapi keberadaan siklon tropis akan memberikan pengaruh kuat terjadinya angin kencang,
gelombang tinggi disertai hujan deras.
18. Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan
garis
pantai akibat abrasi ini dipicu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah
pantai
tersebut. Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut sebagai penyebab utama abrasi.
19. Kecelakaan transportasi adalah kecelakaan moda transportasi yang terjadi di darat, laut dan udara.
20. Kecelakaan industri adalah kecelakaan
yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu perilaku kerja
yang
berbahaya
(unsafe human
act) dan kondisi
yang berbahaya
(unsafe conditions). Adapun jenis kecelakaan yang terjadi sangat bergantung pada
macam industrinya, misalnya bahan dan peralatan
kerja yang dipergunakan, proses
kerja, kondisi tempat kerja, bahkan pekerja yang terlibat di dalamnya.
21.
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004.
22. Konflik sosial atau kerusuhan sosial atau huru hara adalah suatu gerakan massal
yang bersifat merusak
tatanan
dan tata tertib
sosial yang ada, yang
dipicu oleh
kecemburuan sosial, budaya dan ekonomi yang biasanya dikemas sebagai pertentangan antar suku, agama, ras (SARA).
23.
Aksi teror adalah aksi yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau
ancaman kekerasan
sehingga menimbulkan suasana
teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat masal, dengan
cara
merampas
kemerdekaan
sehingga mengakibatkan
hilangnya nyawa
dan harta
benda, mengakibatkan
kerusakan
atau kehancuran
terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik
internasional.
24. Sabotase adalah tindakan yang dilakukan untuk melemahkan musuh melalui subversi, penghambatan, pengacauan dan/ atau penghancuran. Dalam perang, istilah ini
digunakan untuk mendiskripsikan aktivitas individu atau group yang tidak berhubungan
dengan militer, tetapi dengan spionase. Sabotase dapat dilakukan
terhadap beberapa sruktur penting, seperti
infrastruktur, struktur ekonomi, dan lain- lain.
25.
Korban adalah orang/sekelompok orang yang mengalami dampak buruk akibat bencana, seperti kerusakan dan atau
kerugian harta benda, penderitaan dan atau
kehilangan
jiwa.
Korban dapat
dipilah berdasarkan klasifikasi korban meninggal,
hilang, luka/sakit, penderita
dan
pengungsi.
26. Korban meninggal adalah orang yang dilaporkan tewas atau meninggal dunia akibat bencana.
27. Korban hilang adalah orang yang dilaporkan hilang atau tidak ditemukan atau tidak diketahui keberadaanya setelah terjadi bencana.
28. Korban luka/sakit adalah orang yang mengalami luka-luka atau sakit, dalam keadaan luka ringan, maupun luka parah/berat, baik yang berobat
jalan maupun rawat inap.
29. Penderita/terdampak adalah orang atau sekelompok orang yang menderita akibat
dampak buruk bencana, seperti kerusakan dan atau kerugian harta benda, namun masih dapat menempati tempat tinggalnya
30. Pengungsi adalah orang/sekelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya ketempat yang lebih aman dalam
upaya menyelamatkan diri/jiwa untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana.
31. Kerusakan harta benda meliputi rumah, fasilitas pendidikan (sekolah, madrasah atau pesantren), fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu/pustu), fasilitas peribadatan (masjid, gereja, vihara dan pura), bangunan lain (kantor, pasar), infrastruktur lainnya seperti jalan, bendungan, saluran pengairan yang mengalami kerusakan (rusak ringan, sedang dan berat ) serta sawah yang terkena bencana dan puso (gagal panen).
32. Rusak berat adalah kriteria kerusakan yang mengakibatkan bangunan roboh atau sebagian besar komponen struktur rusak, sebagai contoh : (1) bangunan roboh total / sebagian besar struktur utama bangunan rusak; (2) sebagian besar dinding dan lantai bangunan bendung atau dam patah; (3) sebagian besar tanggul jebol atau putus; (4) saluran pengairan tidak dapat berfungsi.
33. Rusak sedang adalah kriteria kerusakan yang mengakibatkan sebagian kecil komponen struktur rusak, dan komponen penunjang rusak namun bangunan masih tetap berdiri, sebagai contoh : (1) sebagian kecil struktur utama bangunan rusak; (2) sebagian besar pintu-pintu air dan komponen penunjang lainnya rusak; (3) saluran pengairan terputus.
34. Rusak ringan adalah kriteria kerusakan yang mengakibatkan sebagian komponen struktur retak (struktur masih bisa digunakan) dan bangunan masih tetap berdiri, sebagai contoh : (1) sebagian kecil struktur bangunan rusak ringan; (2) retak-retak pada dinding plesteran; (3) sebagian kecil pintu-pintu air dan komponen penunjang lainnya rusak; (4) saluran pengairan masih bisa digunakan.
31. Kerusakan harta benda meliputi rumah, fasilitas pendidikan (sekolah, madrasah atau pesantren), fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu/pustu), fasilitas peribadatan (masjid, gereja, vihara dan pura), bangunan lain (kantor, pasar), infrastruktur lainnya seperti jalan, bendungan, saluran pengairan yang mengalami kerusakan (rusak ringan, sedang dan berat ) serta sawah yang terkena bencana dan puso (gagal panen).
32. Rusak berat adalah kriteria kerusakan yang mengakibatkan bangunan roboh atau sebagian besar komponen struktur rusak, sebagai contoh : (1) bangunan roboh total / sebagian besar struktur utama bangunan rusak; (2) sebagian besar dinding dan lantai bangunan bendung atau dam patah; (3) sebagian besar tanggul jebol atau putus; (4) saluran pengairan tidak dapat berfungsi.
33. Rusak sedang adalah kriteria kerusakan yang mengakibatkan sebagian kecil komponen struktur rusak, dan komponen penunjang rusak namun bangunan masih tetap berdiri, sebagai contoh : (1) sebagian kecil struktur utama bangunan rusak; (2) sebagian besar pintu-pintu air dan komponen penunjang lainnya rusak; (3) saluran pengairan terputus.
34. Rusak ringan adalah kriteria kerusakan yang mengakibatkan sebagian komponen struktur retak (struktur masih bisa digunakan) dan bangunan masih tetap berdiri, sebagai contoh : (1) sebagian kecil struktur bangunan rusak ringan; (2) retak-retak pada dinding plesteran; (3) sebagian kecil pintu-pintu air dan komponen penunjang lainnya rusak; (4) saluran pengairan masih bisa digunakan.
Lampiran Peraturan Daerah Kabupaten Polewali Mandar
Nomor
:
4 Tahun 2016
Tanggal
:
11 Februari 2016
BAGAN STRUKTUR ORGANISASI
BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BPBD)
KABUPATEN POLEWALI MANDAR
Tidak ada komentar :
Posting Komentar